Foto di atas adalah foto kesenian ujung di Lumajang pada 25 April 1947
Kesenian ujung merupakan sebuah kegiatan yang awal mulanya pada jaman Majapahit dipergunakan sebagai ritual meminta hujan. Dalam seni ujung ini ratusan warga berkumpul mengelilingi sebuah panggung berukuran 5×5 meter. ”Ayo gepuk, ojo loyo (ayo pukul, jangan lemas, Red.),” teriak seorang bapak yang mengenakan peci hitam dari bawah panggung berteriak menyemangati dua orang yang bertarung di atas panggung.
Dari atas panggung tampak dua lelaki bertubuh kekar saling berhadapan.dengan tatapan tajam, keduanya siap bertarung. Setelah seorang berpakaian hitam mengangkat tangan, keduanya saling melangkahkan kaki ke depan sambil mengangkat tangan yang memegang kayu rotan. Saat melangkah ke depan, keduanya berjoget mengikuti irama musik karawitan yang mengalun.
Salah seorang pemain pun memukul tepat mengenai punggung hingga mengeluarkan darah. Namun tidak terllihat rasa sakit. Kedua pemain saling tersenyum, bahkan sesekali tertawa sembari berjoget.
Setelah memukul, kini pemain tadi harus bersiap menangkis pukulan lawannya. Atraksi pukul memukul dilakukan secara bergantian. Kedua orang tersebut bukanlah akan bertinju, apalagi sedang melakukan atraksi pencak silat. Namun, keduanya sedang melakukan pertunjukkan seni ujung.
Dengan menggunakan kayu rotan, kedua lelaki tersebut saling memukul secara bergantian. Setelah terpukul ataupun memukul, kedua lelaki tersebut berjoget mengikuti irama lagu karawitan.
Selain kedua ”petarung” di atas panggung juga terdpat tiga lelaki berpakaian serba hitam. Ketiga lelaki ini biasa disebut sebagai kemlandang atau juri. Salah satu dari kemlandang membawa bakul (tempat nasi, Red) yang di dalamnya berisi beras kuning. Sedangkan dua lainnya melihat apakah terjadi pelanggaran atau tidak.
”Ayo beri semangat, tepuk tangannya,” ujar kemlandang kepada para penonton agar terus menyemangati para pemain sementara keduanya berjoget setelah saling memukul.
Kedua pria yang bertarung saling memukul lawannya secara bergantian. Tak jarang, dari mereka mengeluarkan darah. Namun hal tersbeut tidak mengurangi rasa bahagia atau pun menimbulkan rasa takut bagi pemainnya.(teks dari Radar Mojokerto)
image:http://www.europeana.eu
image:http://www.europeana.eu