Home » » Tari Gelipang 31 Agustus 1948

Tari Gelipang 31 Agustus 1948

Sejarah kolonial di Indonesia tidak hanya berisi catatan peperangan dan politik, tetapi juga berbagai acara budaya yang diselenggarakan oleh komunitas Belanda maupun campuran masyarakat lokal. Salah satu dokumentasi yang menarik adalah sebuah foto pawai atau “Gammelang optocht” yang digelar pada 31 Agustus 1948 untuk memperingati 50 tahun Damstam. Foto bersejarah ini tersimpan dalam arsip daring di situs indiegangers.nl, dan menjadi pengingat bagaimana musik tradisional Indonesia seperti gamelan turut mewarnai acara-acara kolonial pada masa itu.



Apa itu Damstam?

Damstam adalah sebuah kelompok atau perkumpulan yang berakar dari komunitas Belanda di Hindia Belanda. Pada tahun 1948, mereka merayakan ulang tahun emas, yakni 50 tahun berdirinya organisasi tersebut. Peringatan ini tidak hanya menjadi ajang berkumpulnya komunitas kolonial, tetapi juga menampilkan perpaduan antara tradisi Belanda dengan budaya Jawa.

Salah satu wujudnya adalah penyelenggaraan optocht atau pawai budaya yang menampilkan musik gamelan, sebuah ensambel musik tradisional khas Jawa.


Pawai Gamelan 31 Agustus 1948

Pada 31 Agustus 1948, sebuah pawai digelar untuk merayakan ulang tahun ke-50 Damstam. Foto yang diabadikan memperlihatkan barisan pawai yang dihiasi dengan penampilan gamelan. Bagi masyarakat Jawa, gamelan adalah simbol harmoni dan kebersamaan, sementara bagi komunitas Belanda kala itu, gamelan menjadi atraksi eksotis yang melambangkan kebudayaan lokal Hindia Belanda.

Pawai ini kemungkinan besar diselenggarakan di sebuah pusat kota, dengan kehadiran masyarakat setempat serta tamu undangan dari kalangan kolonial. Kehadiran gamelan menunjukkan bagaimana budaya Jawa tetap hadir meskipun dalam acara-acara komunitas Belanda.


Konteks Sejarah Tahun 1948

Perlu dicatat bahwa pawai gamelan ini terjadi pada tahun yang penuh gejolak, yakni 1948, di tengah masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Pada periode itu, Belanda masih berusaha menguasai wilayah Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Hanya beberapa bulan sebelum pawai ini, terjadi Aksi Polisionil II (Desember 1948) yang menunjukkan eskalasi konflik antara Indonesia dan Belanda.

Namun, di sisi lain, acara budaya seperti pawai gamelan untuk Damstam tetap diselenggarakan. Hal ini memperlihatkan adanya dua realitas yang berjalan beriringan: perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia dan kehidupan sosial-budaya komunitas Belanda di Hindia.


Makna Budaya dan Sejarah

Dokumentasi foto pawai gamelan 31 Agustus 1948 memiliki nilai sejarah yang unik. Ia memperlihatkan bagaimana musik gamelan digunakan sebagai medium interaksi budaya. Bagi Belanda, gamelan adalah seni tradisional yang bisa memperindah perayaan mereka. Bagi rakyat Jawa, gamelan tetap menjadi simbol identitas budaya yang bertahan meskipun berada dalam konteks kolonial.

Selain itu, pawai ini juga mencerminkan bagaimana kolonialisme tidak hanya berlangsung dalam bidang politik dan ekonomi, tetapi juga dalam ranah budaya. Budaya lokal sering dijadikan elemen pelengkap dalam acara komunitas kolonial.


Kesimpulan

Pawai gamelan pada 31 Agustus 1948 untuk memperingati 50 tahun Damstam adalah peristiwa budaya yang menggambarkan interaksi antara masyarakat Belanda dan tradisi Jawa di masa kolonial. Foto yang terdokumentasi di situs indiegangers.nl menjadi saksi bisu bagaimana gamelan hadir sebagai jembatan budaya di tengah situasi politik yang penuh ketegangan.

Bagi kita hari ini, peristiwa itu adalah pengingat bahwa musik tradisional seperti gamelan memiliki daya tahan luar biasa. Ia mampu hadir di berbagai konteks, baik sebagai simbol perayaan, identitas, maupun perlawanan kultural terhadap hegemoni kolonial.

Merujuk pada pasukan yang ada di foto, iringan ini di  Lumajang disebut Tarian Gelipang atau Glipang sangatlah dikenal oleh warganya hingga sekarang, di kabupaten sebelah yaitu Probolinggo tarian glipang ini dikenal dengan istilah tarian kiprah glipang. Sepengetahuan Admin banyak artikel yang menuliskan bahwasanya tarian ini berasal dari Probolinggo. Misalnya saja artikel di wikipedia.org yang menjelaskan bahwa Tari Glipang lahir di Desa Pendil, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo ini sudah lama dikenal masyarakat. Tari Glipang Berasal dari kebiasan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Pak Parmo yang merupakan cucu dari pencipta Tari Glipang ini mengatakan bahwa “Glipang” bukanlah nama yang sebenarnya dari tarian tersebut. Awalnya nama tari tersebut adalah “Gholiban” berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan.

Namun untuk Lumajang tidak boleh kalah karena ada bukti otentik berupa foto tarian GELIPANG pada tanggal 31 Agustus 1948 yang merupakan sebuah dokumen pembuktian bahwasanya di Lumajang mulai zaman dahulu sudah ada kesenian ini. Untuk itu kepada warga Lumajang khususnya generasi muda mari kita lestarikan warisan budaya bangsa ini

teks asil
31 augustus 1948 Gammelang optocht voor 50 jarig jubilieum de Damstam, 
foto dari https://indiegangers.nl/

Postingan Populer

Entri yang Diunggulkan

Foto Grup Militer Belanda dan Indonesia di Garis Demarkasi tahun 1948

 Di balik gejolak sejarah kemerdekaan Indonesia, terselip kisah persahabatan yang tak terduga antara para prajurit dari dua kubu yang berset...

Postingan Populer

Facebook

 
Created By SoraTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates